Peran pemimpin terhadap motivasi karyawan

BAB I
PENDAHULUAN


KASUS 1
“CAPEK BERURUSAN DENG AN BOS BAWEL”
www.tabloidnova.com
Jumat, 19 Juni 2009

Saya sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta yang lumayan besar selama 2 tahun. Ini pengalaman kerja pertama saya. Jabatan saya staf dan 90 persen pekerjanya perempuan, rata-rata belum atau tidak menikah. Di kantor, saya punya senior yang lebih tua 5 tahun dan sudah 5 tahun bekerja di perusahaan ini (sebut saja X).
Masalahnya, saya kesulitan beradaptasi dengan X. Emosinya sering tidak terkendali dan tak dapat ditebak. Apalagi sejak kami berganti manajer setahun lalu. Ibu Manajer (IM) yang sekarang adalah sahabat X. Saya sendiri tidak dekat dengan IM karena berulang kali saya ajak omong baik-baik tentang masalah pekerjaan, selalu saya yang disalahkan dan kena marah.
Saya tidak tahu apa saja yang dibicarakan X kepada IM, sehingga saya selalu dalam posisi salah. Apalagi IM sering keluar kota/negeri, sehingga urusan pekerjaan sehari-hari ditangani X. Saya sudah berusaha melakukan yang terbaik yang saya bisa, bahkan pekerjaan kantor sering saya bawa pulang ke rumah dengan harapan IM dan X bisa menerima dengan baik kehadiran saya. Tapi yang saya dapat hanya sindiran dan dampratan saja.
Bahkan X, tidak segan-segan memarahi saya di depan anak buah. Saya benar-benar tersinggung, malu, dan minder. Saya pernah berpikir untuk membalas kelakuan X, tapi urung karena rasanya tidak pantas, mengingat kami di level staf, bukan karyawan biasa. Apalagi saya dibesarkan dalam keluarga dengan budaya keraton Jawa, sementara IM dan X ini dari etnis lain. Memang, hampir semua jabatan staf dijabat oleh etnis tadi.
Saya bukannya rasis Bu, tapi perilaku mereka sangat-sangat kasar, tidak ada sopan santunnya. Saya merasa suasana kerja "panas" setiap hari, bahasa kasar terdengar setiap saat. Saya pernah mengajak X bicara baik-baik, tapi endingnya dia marah-marah. Saya jadi kapok bicara dengannya. Saya dianggap lambat bekerja dan terlalu baik pada semua orang, terutama anak buah, sehingga dia merasa dia bekerja sendirian. Padahal, untuk urusan rutin sehari-hari, sayalah yang mengerjakan. Saya sangat lelah dengan situasi seperti ini. Hidup rasanya muram, apa-apa yang ada di kantor malah membuat saya tertekan dan serba salah.
KASUS 2
BOS “BURUK” DAPAT MENINGKATKAN RESIKO SERANGAN JANTUNG
www.klikdokter.com

Klikdokter.com - Menjadi seorang pemimpin tentunya merupakan suatu kebanggaan. Dapat menempati posisi bergengsi di suatu instansi atau mendapat julukan bos, mungkin menjadi impian dari sekian banyak pekerja di dunia.
Sebagai pemimpin selayaknya seseorang dituntut untuk dapat berkomunikasi dan memiliki keterampilan manajerial yang baik. Karena baik buruknya keterampilan manajerial dari seorang pemimpin akan berdampak pada kinerja pekerja yang dipimpinnya.
Dewasa ini, pada penelitian terbaru ditemukan hubungan antara kualitas kepemimpinan dengan kualitas kesehatan para pegawai. Fakta tersebut didasarkan pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anna Nyberg, seorang mahasiswi pasca sarjana di Institut Karolinska Sweden, yang mengemukakan bahwa semakin lama seseorang memiliki pemimpin yang ’buruk’ maka semakin tinggi pula risiko orang tersebut terkena serangan jantung dalam periode 10 tahun.
Kata ‘buruk’ di sini mengacu pada penilaian subyek penelitian terhadap ketidakpuasan akan kepemimpinan seorang bos berdasarkan kriteria positif dan negatif yang telah ditentukan, seperti inspirasional, suportif dan baik dalam mendelegasikan atau kekuasaan, tidak jujur dan tidak ramah.
Menurut dr. Redford Williams, seorang direktur dari the Behavioral Medicine Research Center pada Duke University di Durham, N.C, stress dalam dunia pekerjaan seperti memiliki pemimpin yang ‘buruk’ dapat membangunkan respon fight/flight tubuh (pada situasi stress, dimana seseorang harus memilih untuk bereaksi dengan perilaku agresif atau justru meninggalkan situasi stress tersebut).
Dimana pada kondisi tersebut seseorang terbawa pada kondisi perubahan pada hormon stress sehingga lebih lanjut pada kondisi meningkatnya tekanan darah, sitokin inflamasi, gula darah, bahkan lebih lanjut juga menyebabkan trombosit menjadi lebih lengket dan cenderung menggumpal. Semua perubahan ini dapat meningkatkan blokade di arteri dan menyebabkan serangan jantung.
Penelitian juga menemukan bahwa penduduk laki-laki di Stockholm memiliki 25 persen risiko lebih besar menderita infark miokard- serangan jantung- selama periode 10 tahun ke depan jika mereka telah menyatakan ketidakpuasan kepada bos mereka pada permulaan penelitian. Lebih lanjut, tingkat risiko meningkat lebih tajam sejalan dengan waktu kerja bagi yang melaporkan kepemimpinan yang buruk.
Selain membandingkan tingkat stress berdasarkan penilaian sendiri, Nyberg dan Profesor Tores Theorell dari Universitas Stockholm Stress Research Institut juga menambahkan variabel lain dalam penelitian mereka seperti tingkat kesehatan, lamanya cuti sakit, kelelahan emosional, efek dari kepemimpinan manajerial dalam hubungannya apakah pekerja berganti pekerjaan, berhenti karena kesehatan yang buruk, atau menjadi pengangguran.
Penelitian yang berasal dari survey sekitar 20.000 pekerja di Sweden, Finland, Jerman, Polandia, dan Itali ini memberikan gambaran yang jelas akan hubungan antara kepemimpinan seorang bos dengan tingkat stress dan kesehatan pegawainya, menurut Nyberg.
Kesimpulan yang dapat dipetik dari penelitian tersebut adalah bahwa dalam suatu lingkungan pekerjaan, penting untuk menciptakan suasana yang nyaman antara bos dan pegawai. Karena keadaan tersebut dapat menciptakan lingkungan kerja dan jiwa yang sehat pada bos dan pegawai. Dari penemuan ini, tidak salah jika kita merujuk pada pepatah “dalam jiwa yang sehat akan terdapat badan yang sehat”.

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal dengan adanya kepemimpinan baik dalam lingkungan keluarga, organisasi, sosial maupun negara. Organisasi merupakan kumpulan dari beberapa orang yang memiliki satu tujuan serta memiliki struktur yang jelas untuk mencapai suatu tujuan. Dalam organisasi pasti terdapat adanya suatu kepemimpinan dalam melaksanakan kegiatan. Bentuk kepemimpinan cukup beragam. Adanya komando dari atasan merupakan bentuk kepemimpinan yang jelas terlihat dalam kehidupan kegiatan organisasi.
Kepemimpinan memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan organisasi dan tidak mungkin dalam organisasi tidak terdapat kepemimpinan. Seorang pemimpin yang berperan juga sebagai manajer tidak hanya bertugas untuk melaksanakan fungsi manajerial tetapi juga memberikan arahan dan perintah bagi bawahannya dalam melaksanakan kegiatan sehingga kegiatan yang dilakukan bisa berjalan dengan rapi dan terencana dengan baik. Kondisi organisasi dapat dipengaruhi oleh bagaimana seorang pemimpin menjalankan tugasnya dengan baik sehingga para bawahannya dapat bekerja dengan baik serta dapat memcerminkan perilaku organisasi yang baik pula.
Pimpinan yang baik dapat dikatakan ialah atasan yang mampu memberikan kemudahan bagi karyawannya, yakni mampu menciptakan situasi yang memungkinkan karyawannya bekerja tanpa rintangan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh David Sirota, pimpinan Sirota Survey Intelligence New York, atas ribuan karyawan sejak 1972 (www.portalhr.com), secara konsisten memperlihatkan bahwa secara umum orang punya tiga tujuan dalam bekerja. Pertama, mereka ingin merasa bahwa keberadaan mereka diakui dan dihargai sesuai dengan apapun yang telah mereka kerjakan. Kedua, pencapaian. Orang ingin bangga dengan perusahaannya dan tempat dimana ia berada. Ketiga, persahabatan, dalam arti hubungan kerja yang baik dan rasa ikut terlibat dalam tim. Jika tiga hal tersebut telah dipenuhi, maka perusahaan dijamin akan memiliki karyawan yang bersemangat.
Yang menjadi masalah, pada beberapa perusahaan, semangat karyawan karyawan baru bisa dihitung tinggi, namun kira-kira setelah 6 bulan kemundian menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh manjemen yang buruk. Yang dilakukkan oleh atasan yang buruk adalah membuat karyawan merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya.
Tanda lain dari bos yang buruk ialah apabila timbul keluhan dari karyawan, “jika kami melakukan kesalahan, kami dimarahi. Tapi ketika kami melakukan pekerjaan dengan baik, tidak ada ucapan terima kasih”. Hal tersebut sangat disayangkan karena kepemimpinan yang baik mempengaruhi semangat karyawan dalam bekerja. Karyawan yang telah memiliki semangat kerja tinggi akan memiliki kinerja yang baik juga. Karyawan yang bersemangat akan memperlakukan customer dengan baik, dan itu akan sangat berbeda dengan karyawan yang sudah tidak bersemangat.
Kedua contoh kasus di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik berpengaruh terhadap berhubungan dengan motivasi karyawan. Pemimpin yang baik dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman bagi karyawannya sehingga karyawan tersebut akan merasa dihargai dan cenderung untuk memiliki semangat kerja yang tinggi. Pembahasan lebih lanjut mengenai kedua kasus tersebut akan penulis bahas pada bab berikutnya.

BAB II
KERANGKA TEORI


2.1 KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung pada sudut pandang atau perspektif-perspektif dari para peneliti yang bersangkutan, misalnya dari perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Stogdill (1974: 259) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikannya. Lebih lanjut, Stogdill (1974: 7-17) menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi, tergantung dari mana titik tolak pemikirannya. Di bawah ini adalah persepektif kepemimpinan dari beberapa ahli lainnya:
a. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24)
b. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7)
c. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46)
d. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
e. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281)

Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut.

2.2 PRINSIP-PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN
Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan.
Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
3. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti:
a. Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
b. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
d. Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.
e. Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.

Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ).

2.3 GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat (Thoha, 1993). Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Siagian (2003) bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan.
Wahjosumidjo (1994) mengatakan bahwa perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah sesuai dengan gaya kepemimpinan seseorang. Gaya tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan Direktif
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata.
2. Gaya kepemimpinan Konsultatif
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan masukan/saran dari bawahan.
3. Gaya kepemimpinan Partisipatif
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
4. Gaya kepemimpinan Delegatif
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.

2.4 PENGERTIAN PEMIMPIN
Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya dan menggerakkan orang atau sekelompok orang untuk melakukan tujuan dan tugas organisasi dengan rela hati dan semangat. Pemimpin dalam organisasi tidak hanya mampu menggerakkan orang-orang untuk mengikuti arahannya tetapi juga harus memiliki aspek legalitas.
Pemimpin yang juga berperan sebagai manajer haruslah secara aktif membuat rencana-rencana, membuat rumusan tentang tujuan organisasi yang memberikan manfaat tidak hanya kepada organisasi tapi juga kepada anggotanya, mampu menyediakan sumber-sumber yang menunjang rumusan tujuan organisasi tersebut, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Pemimpin dalam organisasi tidak hanya mampu menggerakkan orang-orang untuk mengikuti arahannya tetapi juga harus memiliki aspek legalitas.

2.4 TUGAS DAN PERAN PEMIMPIN
Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:
1. Pemimpin bekerja dengan orang lain
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi.
2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas).
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.
3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas
Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual
Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
5. Mediator
Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).
6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya
7. Pemimpin memecahkan keputusan yang sulit
Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.

Menurut Henry Mintzberg, peran Pemimpin adalah :
1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
2. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
3. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.

2.6 MOTIVASI KARYAWAN
Pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil melalui orang lain yang tidak lain ialah bawahannya. Prestasi bawahan, terutama disebabkan oleh dua hal yaitu: kemampuan dan motivasi. Motivasi seseorang dapat muncul dari beberapa faktor, lingkungan kerja, remunerasi, pengembangan karir atau atasan. Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban dari setiap pemimpin agar mampu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif agar dapat memotivasi karyawannya.
Motivasi dapat diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Carl Heyel (1963:564) dalam Encylopedia of Management membatasi motivasi sebagai berikut: “motivation refers to the degree of readiness of an organism to pursue some designated goal and implier the determination of the nature and locus of the forces inducing the degree of readiness”. Dalam kamus Administrasi, Drs. The Liang Gie cs (1972:265) memberikan rumusan akan motivasi sebagai berikut: ”Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut”.

2.6 PERAN PEMIMPIN TERHADAP MOTIVASI KARYAWAN
Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya (Siagian, 1999).
Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang terdapat di organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada bawahannya untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi hanya mengerahkan seluruh pegawai saja tidak cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan agar para pegawainya mempunyai minat yang besar terhadap pekerjaanya. Atas dasar inilah selama perhatian pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan tinggi.


BAB IV
ANALISA KASUS


Kasus I
“CAPEK BERURUSAN DENGAN BOS BAWEL”
www.tabloidnova.com
Jumat, 19 Juni 2009

Segala sesuatu yang kita alami dan kemudian kita cermati sebagai bagian dari keseharian, pemahamannya dimulai dari apa yang ada di benak kita, bukan oleh apa yang terjadi di luar diri kita. Kebanyakan, kita menjadi stres karena menganggap diri paling benar dan merasa aneh, karena orang lain tidak sepikiran dengan kita. Sehingga, ketika Anda merasa sudah bekerja keras dan tidak mendapatkan penghargaan (reward) seperti yang Anda harapkan, ditambah lagi perbedaan gaya dalam mengekspresikan diri, motivasi kerja Anda lalu melorot tajam dan bekerja lalu terasa jadi stressor, alias sumber stres.
Dalam pekerjaan, biasanya ada paling sedikit 3 jenis bos yang kita kategorikan sebagai atasan sulit. Pertama, yang mulutnya seperti silet, tajam, dan tak enak didengar. Yang kedua yang tentang pimpinan yang hanya mencintai dirinya sendiri. Bos sejenis ini tak mau berbagi 'panggung' dengan anak buahnya. Ia cenderung mau menyelesaikan semua masalah sendirian, senang sekali bila mendengar puja-puji pada dirinya, walau mungkin itu cuma kata-kata palsu si penjilat. Akibatnya, ia selalu punya anak emas yang ia percaya 100 persen, dan karenanya staf yang lain lalu jadi anak tiri yang merasa disisihkan dan tidak diperhatikan. Jenis ketiga adalah tipe Paranoid. Sebenarnya ini istilah untuk menerangkan kelainan jiwa yang ditandai oleh waham ketidakpercayaan dan curiga berlebih pada orang lain. Atasan paranoid ini tak pernah bisa percaya pada anak buah, menjaga jarak, dingin, kaku, dan menganggap orang lain selalu bermaksud buruk padanya. Ia tak suka berbagi informasi yang memudahkan pekerjaan orang lain, dan masukan maupun kritik anak buah dianggapnya sebagai ancaman bagi kelangsungan kepemimpinannya.
Dalam kasus ini, atasan tersebut bisa dikategorikan ke dalam golongan ‘silet’. Mereka biasanya sosok yang tak merasa puas dengan dirinya sendiri dan punya kebutuhan besar untuk membuat orang lain agar memiliki perasaan serupa dengan dirinya. Biasanya Bos Silet ini naik jabatan lebih karena faktor-faktor di luar kemampuannya. Sudah senior alias lama bekerja misalnya, punya hubungan baik dengan atasan, atau bawahan yang rajin ‘menjilat’ atasannya. Kalau ada tanda-tanda anak buahnya menguasai tugas dengan baik, ini justru ancaman untuknya. Ia akan lebih senang bila bisa sering-sering memaki anak buah.
Strategi utama menghadapi bos seperti ini adalah jangan pernah berharap bahwa ia akan berubah. Biarpun anda telah berusaha keras dan melakukan pekerjaan dengan baik, ia akan tetap saja melihat kekurangan Anda, karena pada dasarnya ia sedang 'melemparkan" perasaan-perasaan mindernya pada Anda. Bila Anda bisa mengubah pikiran di benak Anda bahwa cukup tugas-tugas diselesaikan seperti apa yang ia kehendaki, maka fokuslah pada tugas utama Anda dan selesaikan seperti yang ia inginkan. Maka, mulailah dengan mengubah pandangan Anda tentang pekerjaan dan lingkungan kerja Anda. Kesediaan membuka diri, dalam arti membiarkan orang memperoleh lebih banyak informasi tentang diri Anda, akan menumbuhkan kepercayaan orang lain, dan sebaliknya.


KASUS 2
BOS “BURUK” DAPAT MENINGKATKAN RESIKO SERANGAN JANTUNG
www.klikdokter.com

Artikel ini sangat menarik. Tanpa disadari, peran pimpinan tidak hanya mempengaruhi kinerja dan loyalitas karyawan, tetapi juga kesehatan karyawannya. Atasan yang tidak suportif dapat meningkatkan stress pada karyawan yang berpengaruh langsung terhadap metabolisme tubuh.
Pimpinan sebagai pemegang peran utama, memiliki kendali untuk menciptakan suasana kerja yang mendukung dan menyenangkan bagi bawahannya. Pimpinan tidak boleh hanya terfokus terhadap kegiatan produksi dan keuntungan perusahaan belaka.
Perusahaan tanpa bawahan tidaklah ada artinya. Karyawan yang gembira akan menarik pelanggan, dan bisa menciptakan customer retention yang nantinya akan berhubungan langsung dengan keuntungan perusahaan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 KESIMPULAN
Sebagai puncak dari suatu organisasi, tentunya pemilihan seorang pimpinan tidak sembarangan. Orang-orang yang terpilih untuk menjadi pimpinan haruslah memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang lebih baik bila disbandingkan anggota organisasi lainnya. Selain itu seorang pimpinan tentunya dipercaya memiliki kemampuan untuk mengelola organisasi.
Ketika seseorang telah berada di posisi atasan, dia harus tetap memelihara bahkan mengembangkan kepercayaan dan kesetiaan para bawahannya dengan cara memberi contoh, memberi penghargaan, memberi reward dan bersikap adil dalam memberi penilaian dan sanksi.
Salah satu kebutuhan manusia ialah aktualisasi diri. Aktualisasi diri dapat diperoleh melalui tantangan serta penghargaan yang didapat dari lingkungan kerja. Karyawan akan merasa nyaman dan bersemangat jika kinerjanya dapat dievaluasi secara objektif oleh pimpinan. Terlebih lagi jika mendapat pujian atau penghargaan dari atasan. Ketika karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi, maka hal itu akan berdampak positif bagi perusahaan. Karyawan yang bersemangat kerja tinggi akan memiliki loyalitas dan memandang pekerjaan tersebut sebagai panggilan hidup bukan sekedar paksaan.

5.2 SARAN
a. Jadikan tim sebagai sekutu
Apapun posisi yang kita peroleh penting untuk melihat rekan dan bawahan sebagai sekutu. Ini adalah rahasia kesuksesan tim karena dukungan mereka sangatlah vital dan melibatkan mereka dalam target serta ide-ide kita tak ternilai harganya sebagai motivasi dan perkembangan mereka.
b. Pimpin dengan contoh
Jangan pernah berharap bawahan anda akan melakukan sesuatu yang kita sendiri tidak lakukan. Jadi, perlu sekali bagi pimpinan untuk terlihat benar-benar turun tangan melakukan apapun itu yang perlu dilakukan untuk keberhasilan suatu proyek bersama seluruh tim. Penting bagi pimpinan untuk member kepercayaan atau memberdayakan bawahan selama proses kepemimpinan dengan menunjukan hal yang terbaik dalam apapun yang anda kerjakan di kantor.
c. Tunjukkan apresiasi
Perlakukanlah bawahan layaknya pimpinan ingin diperlakukan. Yang karyawan butuhkan setelah bekerja menyelesaikan sesuatu ialah penghargaan. Cara termudah untuk memenuhinya ialah memberikan pujian. Jika karyawan tidak pernah mendapat umpan balik, karyawan akan cepat kehilangan motivasi.

DAFTAR PUSTAKA


Susilo, Martoyo. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UGM.
Thoha, Miftah. 1993. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Wahjosumidjo. 1984. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Siagian, Sondang P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Dessler. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Bahasa Indonesia Jilid 2. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Ranupandojo, H, Suad Husnan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UGM.
W.H. Haynes, Y.L. Massie. Management Analysis, Concept and Coses. Maruses: Marusen Asian Edition.
Heyel, Carl. 1963. The Encyclopedia of Management. New York: Reinhold Publishing Corporation.
The Liang Gie, Drs. Kamus Administrasi. Jakarta: Gunung Agung
Manullang, Drs. 1990. Management Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia
Moekijat, Drs. 1985. Manajement Kepegawaian. Bandung: Alumni
www.portalhrd.com
www.femina-online.com

Komentar