Kebijakan Politik luar negeri Indonesia dari era Liberal


Kebijakan Politik luar negeri Indonesia dari era Liberal
Politik Luar Negeri
Pada masa awal kemerdekaan, sasaran pokok politik luar negeri Republik Indonesia adalah “berjuang dalam gelanggang internasional” untuk memperoleh pengakuan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat mungkin  serta mengadakan perundingan-perundingan dengan sekutu dan Belanda. Kemudian, pada masa kabinet Sjahrir dalam kedudukannya sebagai menteri luar negeri kedua membangun unsur inti foreign service Indonesia yakni membuka perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri yang diawali dengan pembukaan kantor perwakilan di Singapura dibawah pimpinan Mr. Utoyo Ramelan, dan disusul ke sejumlah negara lain.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya sebagai negara merdeka di peta dunia. Sehari kemudian (18 Agustus 1945) Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa Indonesia berkewajiban “melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, maka lahirlah politik luar negeri pemerintah Republik Indonesia yang dikenal dengan “Politik Bebas Aktif.”
Namun, kedudukan Indonesia dalam konstelasi politik dunia yang telah diterpa Perang Dunia II seakan-akan terjepit. Di satu pihak berada dalam pengaruh wilayah barat, namun di pihak yang lain dari dalam negeri Indonesia sendiri yaitu tekanan dari Front Demokrasi Rakyat/Partai Komunis Indonesia (FDR/PKI) yang mengarahkan Indonesia untuk berada dalam pengaruh Soviet disebabkan asumsi mereka yakni revolusi Indonesia adalah bagian dari revolusi dunia.
Pada tanggal 2 September 1948, wakil Presiden Mohammad Hatta mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik luar negeri bebask aktif.
Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu merdeka seluruhnya.
Dalam uraian yang lebih lengkap, Mohammad Hatta memaparkan bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas politik luar negeri Indonesia, oleh karena Pancasila sebagai falsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik mana pun yang berkuasa di Indonesia, tidak dapat menjalankan suatu politik Negara yang menyimpang dari Pancasila. Pancasila sebagai satu ideologi berbeda dari ideologi liberal yang di anut oleh barat, dan tidak sama dengan ideologi komunis yang dulu di anut oleh timur. Pancasila di satu pihak tidak dapat membenarkan konsepsi liberal yang lebih mengutamakan kepentingan perorangan daripada kepentingan kolektif dalam masyarakat. Di pihak lain tidak pula dapat menerima konsepsi komunis yang hanya mementingkan nilai kolektif dalam masyarakat manusia.
Dengan demikian jelaslah bahwa politik luar negeri Indonesia berlandaskan pada Pancasila, tidak bisa lain dari politik mencari jalan tengah sendiri antara dunia kapitalis barat dan dunia komunis timur tanpa mengikatkan diri kepada blok ketentuan blok yang dipimpin Amerika Serikat, maupun yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Politik Bebas Aktif
“Bebas” dan “aktif” adalah sifat politik luar negeri Indonesia yang hampir selalu dimuat dalam pernyataan resmi pemerintah. Namun, tidak jarang pula di belakang kata bebas dan aktif masih ditambahkan dengan sifat-sifat yang lain, misalnya anti kolonialisme dan anti imperialisme. Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah: (1) Bebas Aktif …. (2) Anti kolonialisme … (3) Mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan … (4) Demokratis. Dalam risalah Politik Luar Negeri yang disusun oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar Negeri Departemen Luar Negeri, Suli Sulaiman menyebut sifat politik luar negeri hanya Bebas Aktif serta anti kolonialisme dan anti Imperialisme.
Oleh karena belum adanya keseragaman, maka perlu ditekankan bahwa kata-kata ciri-ciri dan sifat dipahami secara terpisah. Ciri atau ciri-ciri khas biasanya disebut untuk sifat yang lebih permanen, sedangkan kata sifat memberi arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah. Dengan demikian karena bebas dan aktif merupakan sifat yang melekat secara permanen pada batang tubuh politik bebas aktif, penulis menggolongkannya sebagai ciri-ciri politik bebas-aktif sedangkan Anti Kolonialisme dan Anti Imperialisme disebutnya sebagai sifat.
Makna Bebas Aktif
Perkataan bebas dapat diberi makna yang kurang baik, apabila dengan bebas dimaksudkan perbuatan yang sewenang-wenang dan tidak bertanggung jawab. Dalam penjelasan ciri-ciri politik luar negeri Indonesia, kiranya perkataan bebas dalam konotasi yang kurang baik itu dapat sedini mungkin dikesampingkan, mengingat politik luar negeri Indonesia memang bukan politik yang tidak bertanggung jawab.
Jadi, bebas dapat didefinisikan sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.
A.W Wijaya merumuskan: Bebas berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. Sementara itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut: Bebas dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
B.A Urbani menguraikan pengertian bebas sebagai berikut : perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.
Politik bebas aktif sejak lahirnya sudah ditakdirkan aktif. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 aline pertama menyatakan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Kemudian dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat dicanangkan pula bahwa Indonesia berkewajiban untuk “ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.” Bagaimana gerangan dapat “menghapuskan penjajahan di atas bumi” dan bagaimana pula mungkin “ikut serta melaksanakan ketertiban dunia,” apabila Indonesia menjalankan politik yang tidak aktif.

Komentar